Thursday, April 12, 2007

Analisis Industri dalam perpolitikan kita

Analisis Industri dalam perpolitikan kita

Baru-baru ini terdengar kabar yang terkait dengan Rancangan UU bidang politk, khususnya permasalahan syarat-syarat pendirian sebuah partai politik.
Pemerintah membuat sejumlah penyempurnaan terhadap rancangan undang-undang (RUU) bidang politik, di antaranya RUU Parpol. Dalam RUU Parpol, syarat pendirian partai diperketat. Jumlah partisipasi masyarakat ditingkatkan dari 50 menjadi 100 orang. Selain itu, pemerintah juga menetapkan kewajiban bagi Partai Politik untuk mendepositokan uangnya sebesar Rp 5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah) ke Bank Pemerintah, dalam hal ini pemerintah beralasan bahwa hal ini menjamin kredibilitas dan kesiapan partai dan mandiri dalam menjalankan visi dan misi partai.

Kalau kita lihat sekilas, memang pemberlakuan hal ini adalah suatu hal yang bagus karena partai akan lebih bisa menjamin kelangsungan dirinya, dan tidak menjadi partai gurem seperti banyak partai yang telah ada dalam pemilu-pemilu yang lalu. Namun, kita harus melihat juga, apa hal lain yang mungkin menjadi sebab pemberlakuan hal ini.

Dalam beberapa hal, kita bisa melihat bahwa sebuah perpolitikan bagaikan sebuah industri, dimana partai politik adalah produsen ( Wadah Aspirasi(input), dan bertugas memasarkan ide (output)), dan rakyat adalah konsumen dari ide, gagasan serta rancangan dari partai-partai yang ada.

Dalam rancangan kebijakan diatas kita bisa melihat bahwa adanya konstrain(halangan) yang semakin besar dalam pendirian partai politik, secara otomatis akan membuat semakin sedikit orang oyang berinisiatif untuk menyampaikan aspirasinya lewat pembentukan partai politik, padahal aspirasinya mungkin belum bisa tersalurkan lewat partai politik yang telah ada. Dalam sisi industri, kita bisa melihat ini sebagai Barrier To Entry (Rintangan untuk masuk kedalam pasar perpolitikan/ide).

Dalam industri yang berlaku pada umumnya, para pemain yang telah ada dipasar akan berusaha untuk menghalangi masuknya pemain baru yang berkemungkinan mengurangi Market Share mereka (dalam hal ini suara dari pemilih). Dengan adanya kebijakan ini, kita bisa melihat bahwa ada kemungkinan ini juga merupakan sebuah langkah dari partai-partai besar yang ada di pemerintahan kita saat ini untuk mengurangi jumlah masuknya pesaing-pesaing baru yang ada dengan mempengaruhi pemerintah untuk memperketat masuknya partai-partai baru. Kebijakan ini, terkesan hendak mengingkari perbedaan yang ada di masyarakat kita, lalu hendak menciptakan sebuah pasar politik yang bersifat Oligopoli (dikuasai oleh sedikit pemain dalam pasar politik atau kancah perpolitikan kita). Sehingga masyarakat hanya memiliki pilihan yang semakin sedikit, kalau kita menganalogikan keaadaan tadi dalam sebuah industri kita bisa mengatakan bahwa Consumer Surplus dari masyarakat terhadap komoditas politik mereka menjadi berkurang, atau mungkin dalam jangka panjang akan lim->0, karena semakin

sedikitnya preferensi mereka untuk memilih dan penyampaian aspirasi menjadi sangat mahal.
Bagaimana hal ini tidak menghalangi masuknya aspirasi-aspirasi baru!!!! Bertambahnya syarat dukungan dari 50 menjadi 100, serta harus memiliki dana sebesar Rp 5.000.000.000,00 akan menjadi Sunk Cost (biaya yang hangus). Dalam industri khususnya dan ekonomi umumnya kita mengetahui bahwa manusia itu bereaksi pada insentif, begitupun pada hal ini. Tidak mungkin orang tidak memperhitungkan Oportunity Cost dari penyampaian ide mereka. Jadi, walaupun mereka mempunyai rencana dan ide yang bagus untuk memperbaiki keadaaan negeri ini, mereka tidak bisa merealisasikannya karena kesempatan untuk mendirikan partai sebagai penyalur aspirasi dipersulit!!

Memang hal semacam ini merupakan kelemahan dari demokrasi, suara orang-orang yang lemah dan minoritas memang sangat sulit untuk didengarkan. Sebenarnya, jika kita mengaitkan kembali hal ini kepada analisis industri tadi, pemerintah seharusnya berperan dalam mengetengahi permasalahan ini dengan menetapkan regulasi-regulasi (seperti anti-trust dalam dunia industri yang membuat bisa masuknya pemaib baru kedalam pasar dalam rangka mencapai efisiensi) yang memudahkan rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dan mempermudah pendirian partai dalam batasan tertentu yang adil dan tidak mempersulit penyampaian aspirasi masyarakat.

Seperti dalam industri, kita bisa menganalogikan keadaan ideal dengan mengecilnya dead weight Loss (Kerugian akibat adanya inefisiensi), yang mengakibatkan tercapainya kepuasan yang relatif seimbang antara masyarakat (konsumen politik) serta partai dan pemerintah. Jika dead weight loss tersebut berhasil dikecilkan, maka seluruh pihak akan mencapai kepuasan masing-mereka yang maksimum tanpa merugikan pihak lain, sehingga maksimum welfare secara keseluruhan dalam kehidupan politik kita menjadi tercapai menjadi tercapai.