Wednesday, September 03, 2008

Pengalaman dari kelas ekonomi kemiskinan


Tadi siang saya mengikuti pelajaran pertama dari kuliah ekonomi kemiskinan yang dihadiri oleh Ari A. Perdana dan Ari Damayanti. Dalam mata kuliah itu, kedua dosen tersebut menjelaskan bahwa mudah-mudahan dari kuliah ini, bisa didapatkan manfaat yang praktis bagi seluruh mahasiswa kelas tersebut dalam memahami apa itu kemiskinan dan berbagai analisis tentang kemiskinan, baik secara konsep maupun bukti empiris.

Dalam kelas tadi, walaupun saya belum mendapatkan materi yang cukup mendalam mengenai kemiskinan karena memang baru pertemuan pertama, saya menangkap sebuah fenomena (yang mungkin juga pernah terjadi sebelumnya) yang menurut saya bisa menjadi salah satu model bagi penjelasan tentang salah satu penyebab kemiskinan.

Ketika kelas sedang berjalan kedua dosen kita itu memerintahkan kepada para mahasiswanya untuk membentuk beberapa kelompok untuk presentasi dan tugas akhir. Dalam kelas tersebut, saya mencoba membagi mahasiswanya menjadi dua golongan yaitu


1. Mahasiswa yang sudah terbiasa atau punya pengalaman dan pengetahuan lebih sebelumnya tentang bahan kuliah tersebut karena memang merupakan bagian dari disiplin ilmu mahasiswa tersebut.
2. Mahasiswa yang sama sekali baru dan tidak terbiasa dengan topik kemiskinan tersebut (sebut saja mahasiswa yang mata kuliah ini sebenarnya bukan bidangnya)

Pada keadaan ini diasumsikan bahwa kedua kelompok tidak begitu mengenal orang-orang yang berada di luar kelompoknya. Dalam proses pemilihan kelompok, terjadi sebuah dialog antara saya dan teman saya (ceritanya disini kita berasal dari kelompok 1) Mancrut. Kira-kira bunyinya begini.

Fakhrul berkata : "Man, gimana kalau ajakin orang yang disono dong, kasihan. Mereka gak biasa bahas beginian"
Mancrut berkata: "Gimana ya rul ya, kita belum kenal ama mereka. Kita juga gak tahu mereka gimana, berisiko...

Percakapan berhenti sampai disitu, hasilnya adalah terjadi kecendrungan orang yang udah sama-sama tahu dan kenal sebelumnya dan yakin dengan orang kemampuan rekannya berkumpul dalam satu kelompok.
Dengan asumsi bahwa setiap kelompok berusaha dengan sama kerasnya, namun dengan basic pengetahuan awal yang berbeda, di ramalkan bahwa kelompok dengan pengetahuan awal yang lebih bagus itu akan lebih baik hasilnya daripada yang kurang pengetahuan sebelumnya...
Dari sini, saya berpikir, apakah proses terbentuknya kemiskinan dan gap-gap kesejahteraan itu sama seperti ini. Pada awalnya orang-orang yang punya kemampuan lebih akan berkumpul bersama mereka yang memiliki kemampuan lebih juga dalam kondisi dimana masing-masing orang itu saling menguntungkan sesama mereka (sehingga resiko bagi mereka pun kecil).
Lantas, apa yang terjadi pada orang dengan kemampuan yang kurang atau pas-pasan? Mereka tidak akan bisa berhubungan dengan orang-orang yang punya kemampuan lebih, karena kalau tidak ada kelebihan yang mereka miliki tidak akan terjadi keadaan saling menguntungkan antara mereka dan orang-orang lebih tersebut. Hubungan kemungkinan besar hanya akan terjadi antara orang-orang yang pas-pasan atau tidak punya kelebihan khusus juga..
Secara sederhana dalam jangka panjang bisa dibayangkan bahwa akan terjadi gap yang semakin besar antara golongan yang punya kelebihan dengan golongan yang tidak punya kelebihan.
Hasilnya, bisa kita lihat dari tingkat kemiskinan saat ini. Pertanyaan besar bagi saya saat ini adalah, "Apakah si miskin ini akan mati lewat seleksi alam, harus berusaha punya competitiveness (kelebihan) untuk bisa hidup, atau pemerintah harus membantu mereka dengan segala sistem dan regulasi atas nama kemanusiaan?"
Kajian lebih dalam, mungkin akan saya lakukan di postingan berikutnya, apakah anda punya pendapat lain ?

Gambar didapatkan dari www.solarnavigator.net



Friday, August 15, 2008

Selamat kepada Zivanna Letisha Siregar



Ternyata FEUI tidak hanya tempat belajar ilmu-ilmu tentang ekonomi dan bisnis yang very wonderful, mengajarkan kita tentang keterbatasan manusia dengan keinginan manusia yang tiada batasnya. Yang disebut juga sangat inspiring dan menyesatkan (he... he... ), ternyata mahasiswa FEUI punya banyak bakat tersembunyi lain yang bisa diasah lebih dalam (maju terus).

Setelah ianomics yang jadi abang buku DKI jakarta tahun lalu, sekarang terpilihlah satu lagi mahasiswi ilmu ekonomi FEUI dalam ajang lain, yaitu Puteri Indonesia 2008 yang dimenangkan oleh Zivanna Letisha Siregar mahasiswi Ilmu Ekonomi FEUI 2007.

Ternyata benar analisa gw sejak baru masuk IE dulu... Anak IE itu varian nya tinggi.. ( ngerti kan maksudnya) ha... ha.. Pesan untuk seluruh anak FEUI terutama anak IE.. Jangan ada yang berani memprivatisasi, biarkan lah menjadi barang publik yang bisa dinikmati setiap orang... Kalau ada yang berani privatisasi kompensasi nya mesti besar banget.. Minimal motong 100 ekor sapi deh di BBq satu angkatan..

Semoga bisa menjalankan amanah dengan baik, menjadi Puteri Indonesia yang baik dan menang pada kontes Miss Universe walaupun kita belum pernah ketemu di kampus, semoga di masa depan kita bisa kenalan he.. he....

Hidup FEUI, Hidup Ilmu Eknomi..

GO.. Forward... Indonesia

Thursday, July 17, 2008

Sebuah tanggapan

Beberapa hari yang lalu, ayah saya tiba-tiba mengirimkan SMS pada saya. Beliau mengajak saya untuk membaca sebuah artikel dari rubrik opini kompas. Artikel tersebut ditulis oleh Gede Prama seseorang yang dikatakan dalam tulisan itu sebagai seseorang yang tinggal di desa Tajun, Bali utara dan tinggal di Jakarta, yang juga pernah menjadi salah satu CEO perusahaan jamu Indonesia dan salah seorang public speaker maupun motivator

Dalam tulisan itu, dibahas tentang kehidupan manusia di dunia ini, terutama pada abad 21, bagaimana manusia dengan begitu banyak keinginannya selalu berusaha untuk meraih apapun yang ia inginkan, namun selalu terbentur dengan semakin banyaknya masalah dan rintangan yang ia hadapi ketika ia hendak menggapai hal tersebut.

There are No Such a free lunch. Adalah salah satu hal dalam ilmu ekonomi yang merupakan salah satu aksioma tinggi dalam ilmu ini yang diakui oleh semua orang. Ya... memang ketika kita ingin menjadi atau mendapatkan lebih, maka kita harus mengorbankan hal yang lebih pula. Ketika zaman dan meningkatnya kemampuan manusia yang memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya, permasalahan di dunia ternyata tidak selesai, ternyata tindakan manusia di dunia ini bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sebagai manusia, namun juga untuk memenuhi keinginan dari nafsu manusia yang hampir tiada batasnya. Semakin maju suatu bangsa, semakin rumit permasalahan yang dihadapinya, semakin tidak puas mereka atas apa yang mereka dapatkan.

Tulisan Gede Prama tersebut disatu sisi hanyalah sebuah pengingat yang membuat kita meyunggingkan senyum pahit tentang keadaan dunia yang kita warisi saat ini. Gede Prama mengingatkan kita bahwa manusia sudah sangat keterlaluan saat ini, dan ia mengharapkan manusia untuk kembali menyelaraskan kehidupannya dengan alam.

Namun, Gede Prama disini, kurang menyadarkan kita semua, bahwa apa yang kita sebagai manusia dapatkan saat ini, berbagai kemajuan yang kita alami, semuanya juga ada biayanya. Kerusakan alam itu adalah biaya atas segala kemajuan yang kita dapatkan. Tidak mungkin manusia dengan segala keinginan, nafsunya serta diiringi akal yang luar biasa bisa hidup dan berkembang tanpa melakukan pengrusakan. Sangat naif jika ia mengatakan kita bisa hidup saat ini selaras dengan alam tanpa melakukan pengrusakan terhadap alam dan hal lainnya.

Gede Prama memang menyadarkan kita tentang bagaimana kita telah menyengsarakan dunia dan alam yang kita huni ini. Namun, kita juga harus mengingat bahwa memenuhi keinginan dalam diri adalah kodrat manusia, tugas manusia adalah menjaga supaya tingkat sustanabilitas antara manusia dan alam yang pasti dieksploitasi oleh manusia tetap terjaga, dan kita tetap bisa mengimpikan untuk mewariskan dunia yang sama baiknya dengan yang kita huni ini ke anak-cucu kita.

Busway, solusi publik atau masalah bagi publik?

Belakangan, memang busway telah menjadi salah satu sarana transportasi publik yang cukup populer, terlepas dari segela kontroversi tentangnya. Kalau kita melihat kembali kebelakang, akan kita dapatkan beberapa fakta menarik tentang angkutan unik yang satu ini.
Busway yang koridor satunya ini mulai beroperasi pada tahun 2004, pada awalnya diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kemacetan yang ada di Jakarta. Namun, dalam perkembangannya, Busway bukannya menjadi solusi dari permasalahan kemacetan yang ada, namun malah menjadi bagian dari masalah itu sendiri..
Wah... wah.... kalau dipikir-pikir kenapa ya hal seperti ini bisa terjadi?. Apa yang salah? Bukankah pembangunan busway ini pada awalnya adalah dengan niat baik, untuk mengurangi kemacetan kota jakarta. Mungkin ada baiknya, kalau kita sejenak berpikir dengan cara yang simpel namun sistematis tentang permasalahan kemacetan di Kota Jakarta tercinta ini.

Pertanyaan pertama yang harus dijawab adalah, siapa penyebab utama kemacetan di Jakarta? Pertanyaan kedua yang harus dijawab adalah, kenapa si penyebab macet terus menerus menyebabkan macet tanpa mau berhenti menyebabkan macet? Pertanyaan ketiga adalah, bagaimana membuat orang yang suka bikin macet itu tidak membuat macet lagi?..

Untuk pertanyaan pertama, hampir semua orang setuju bahwa pengguna terbesar jalan raya di Jakarta adalah kendaraan pribadi (Mungkin butuh data statistik dari departemen perhubungan untuk membuktikannya lagi). Nah, untuk pertanyaan kedua, kita harus mengetahui dulu, apa sih yang diinginkan oleh para pengguna kendaraan pribadi itu? Setelah melakukan pembicaraan dengan beberapa teman yang suka menggunakan kendaraan pribadi ketika ke kampus, maupun kemana saja, dari sampel kecil itu diambil sebuah kesimpulan sederhana bahwa mereka yang memilih menggunakan kendaraan pribadi berpendapat bahwa ’saya mampu untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan lebih dengan menaiki kendaraan pribadi, dan itu merupakan hak saya’. Disini terlihat bahwa orang-orang tersebut ingin keamanan dan kenyamanan yang lebih.

Setelah mengetahui kenapa hal tersebut terjadi, sekarang kita memikirkan, kenapa mereka tidak mau meninggalkan kendaraan pribadi mereka dan menggunakan kendaraan umum. Jawabannya sebenarnya sangat singkat, bahwa kendaraan umum saat ini, sekalipun busway yang ditujukan untuk mengurangi kemacetan tidak dapat mengakomodasi kepentingan mereka-mereka yang menggunakan kendaraan pribadi akan kenyamanan apalagi keamanan. Pertanyaan yang kemudian akan timbul adalah : bukannya busway berusaha memberikan kenyamanan lebih dengan fasilitasnya?

Kalau berbicara soal fasilitas kita sekarang bisa melihat bahwa busway yang pada awalnya memiliki fasilitas yang bagus sekarang mulai menurun performanya, bisa dilihat pada koridor 1 yang dulu punya fasilitas yang sangat bagus, sekarang sudah banyak lampu yang putus dan pecah, shelter-shelter yang tak terawat dan belum lagi jumlah antrian yang luar biasa banyaknya. Kalau keadaan-nya seperti ini, bagaimana mungkin orang-orang yang berkendaraan pribadi mau pindah ke Busway.

Dari permasalahan diatas, coba kita soroti saja satu hal, yaitu tentang antrian luar biasa yang terjadi pada Busway terutama pada jam sibuk. Apa yang menyebabkannya. Secara teori ekonomi sederhana, kita sama-sama tahu ketika demand terhadap suatu barang sudah terlalu tinggi dan si produsen selaku sisi supply tidak bisa memberikan pelayanan yang maksimal bagi konsumen, ini merupakan indikasi adanya Excess Demand (Kelebihan Demand) yang disebabkan oleh barang tersebut dijual pada harga terlalu murah, sehingga konsumen membludak.

Kalau kita perhatikan, ketika tarif busway seharga Rp 3500, kita bisa melihat realita bahwa orang beramai-ramai untuk pindah ke busway, permasalahannya adalah, apakah orang-orang yang berpindah ke busway itu adalah sasaran dari busway itu sendiri. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa semenjak adanya busway, banyak terlihat angkutan umum seperti Metro Mini dan kawan-kawannya yang sepi penumpang. Ternyata dengan kebijakan harga tersebut, bukannya membuat orang-orang yang memakai kendaraan pribadi pindah ke Busway, malah membuat orang-orang yang tadinya naik metro mini dan lain-lain pindah ke Busway, karena memberikan value lebih daripada metro mini dengan harga yang relatif masih terjangkau. Keadaan keramaian dan over demand ini mengakibatkan pelayanan busway semakin parah.

Sebenarnya keadaan ini tidak harus terjadi seandainya departemen perhubungan terutama manajemen transjakarta sendiri tahu ekonomi dan mengerti dengan baik pemasaran dan segmentasi dari produk(busway) mereka. Dengan penetapan harga yang lebih tinggi (memerlukan penelitian lebih lanjut tentang tingkat harga lebih tinggi yang sesuai), sebenarnya akan membuat demand terhadap busway turun, pendapatan naik, dan tentunya pelayanan terhadap masyarakat membaik dan membuat orang-orang yang tadinya hanya ingin menggunakan kendaraan pribadi pindah ke busway. Dengan harga yang tinggi, busway tentunya akan lebih lengang, nyaman dan aman, sehingga orang yang tadinya rela bermacet di jalan di dalam mobilnya rela pindah ke busway, karena terbukti memang cepat dan jarang macet dan tentunya mereka tetap mendapatkan kenyamanan bertransportasi bersama busway.

Wednesday, April 23, 2008

Mengapa Tidak Altrusitik

Jika mengamati fenomena politik belakangan ini, ada suatu hal menarik yang sebenarnya tak umum terjadi, namun sekarang menjadi hal yang sangat umum terjadi. Belakangan ini kita melihat bagaimana para politisi saat ini telah kehilangan suatu sifat yang sebenarnya bagi mereka sangat penting, yaitu menjadi altruistik atau bahasa anak mudanya, Jaga Image, menjaga pandangan baik orang lain terhadap diri sendiri.

Menjadi Altruistik sebenarnya adalah hal yang mutlak bagi seorang publik figur, dalam hal ini seorang politisi-pun harus bisa memposisikan dirinya sebagai orang yang baik atau sekurangnya terlihat baik dan akan memenuhi kepentingan masyarakat atau konstituennya.

Namun, fenomena-fenomena terakhir memperlihatkan bahwa para politisi sama sekali tidak terkesan untuk menjaga imagenya di masyarakat. Sekarang-pun terlihat bahwa para politisi hanya mempunyai visi jangka pendek saja, dengan bertindak sepuasnya sebagai seorang Politisi yang mungkin kini tengah berkuasa dan hampir tidak memikirkan konstituennya di masa yang akan datang. Sustainabilitas mereka sebagai politisi akan terancam, karena walaupun mereka bisa mengoptimalkan previlege yang mereka miliki sebagai penguasa saat ini, namun kemungkinan terpilih di masa yang akan datang akan lebih kecil.

Keadaan ini tentunya akan menguntungkan bagi segolongan kecil dari politisi yang tetap menjadi altruistik Sedikit saja menunjukkan kebaikan dengan memperlihatkan diri mereka bersih, atau jujur, maka akan mendokrak popularitas dengan luar biasa, karena politisi lain tidak berlaku seperti itu.

Pertanyaannya adalah, kenapa mereka berbuat seperti itu, apa motivasi mereka, apa mungkin si politisi ini tidak ingin untuk terpilih lagi? Apa sistem perpolitikan di negeri ini yang membuat sebagian politisi melakukan hal irasioanl seperti ini?

Sunday, April 20, 2008

Pikiran Manusia

Beberapa golongan manusia selama ini selalu berpikir bahwa akal dan pikiran merupakan sebuah alat ampuh untuk menjelaskan segala hal yang berada di sekeliling dirinya. Fenomena-fenomena alam, kejadian sosial dan berbagai kejadian di muka bumi diyakini mampu dijelaskan dengan akal dan pikirannya.

Keadaan ini mulai mendominasi kehidupan manusia, terutama di kalangan urban, sehingga mereka melihat segala sesuatu dengan akal pikiran. Dan, segala sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan alat tersebut dikatakan “irational”. Keadaan ini membuat saya tertarik mencoba memikirkan, apakah benar, akal itu sangat berguna untuk menjelaskan berbagai hal dan menginformasikan pada kita bahwa hal-hal yang di luar sistematika tersebut adalah suatu hal yang tidak benar. Atau singkatnya, segala hal yang tidak bisa diilmiahkan itu salah.

Akal mereject hal-hal yang berbau mistis dan sejenisnya. Namun, terdapat sebuah keadaan ironis disini, dimana bukti empiris tidak selamanya konsisten mereject keberadaan hal-hal mistis tersebut.

Suatu hal yang menarik dalam sejarah manusia adalah dimanapun peradaban manusia berada, pasti terdapat suatu hal yang berbau mistisme, padahal peradaban-peradaban itu terpisah berjuta-juta kilometer, dan mungkin tidak ada hubungan antara peradaban tersebut.

Di Rumania ada mitos tentang Count Dracula from Transylvania, the Flying Dutchman di Eropa, Rubah di Jepang, Kuntilanak dan sebangsanya di Asia Tenggara dan berbagai macam hal berbau mistis lainnya. Kalau memang hal tersebut sebenarnya bohong, kenapa dimanapun manusia berada pasti memiliki mitos-mitos seperti hal tersebut.

Apa hal ini bisa dikatakan sebagai kebohongan karena hal ini tidak bisa dibuktikan secara ilmiah??? Sedangkan disisi lain, faktanya keberadaan hal tersebut diyakini keberadaannya oleh masyarakat manapun didunia dengan versi yang berbeda. Bagaimana mungkin hal yang bohong diyakini oleh hampir seluruh peradaban yang telah ada didunia, sedangkan peradaban itu mungkin tidak pernah bertemu sebelumnya.

Mungkin ini adalah sedikit dari bagian yang tidak bisa dijelaskan oleh akal manusia. Dalam pembentukan model untuk menjelaskan berbagai hal, jika hanya menggunakan nalar, mungkin akan meninggalkan disturbance term (Error) yang cukup besar, karena banyak hal yang mungkin tidak bisa dijelaskan hanya oleh akal. Donald B. Calne, seorang Neurologist dari University of British Columbia dalam bukunya Within reason: Rationality and Human Behaviour hendak menjelaskan pada kita bahwa akal itu hanya merupakan sebuah Tools yang digunakan dalam proses berfikir kita. Masih banyak tools lain yang bisa digunakan untuk menjelaskan berbagai macam hal: naluri, Agama, kearifan lokal dan hal lain sebagainya yang terkadang dianggap non-sense oleh si akal sendiri, ternyata punya kemampuan tersendiri untuk menjelaskan hal-hal tersebut.

Tapi permasalahannya, apakah ada kemungkinan akal untuk terus bekerja selaras dengan tools lain yang terkadang saling bertentangan dan menghancurkan satu sama lainnya, walaupun di lain kesempatan mereka saling melengkapi. Dan ketika perbenturan antar tools itu terjadi, akan ikut kemanakah kita?

Siap tahu perkembangan ilmu dan kearifan manusia kita mungkin akan memberi jawabannya..

Sunday, April 06, 2008

Beragama itu sangat Rasional

Syahdan, suatu siang ada seorang sufi yang sedang duduk-duduk menghindari panasnya matahari dibawah pohon beringin, kedatangan seorang pemuda yang sedang berusaha mencari tahu jawaban atas kebingungannya, tentang berbagai macam hal dalam kehidupan ini. Ketika melihat ada seorang sufi yang katanya terkenal bijak dalam menghadapi berbagai persoalan, ia kemudian menghampiri sufi itu dan kemudian mengajaknya berdiskusi.

“Salam, selamat siang wahai sufi, apa gerangan yang anda lakukan disini seorang diri saja”, kemudian sang sufi menjawab, “Sedang berlindung dari panasnya dunia sobat, ragaku tidak lagi setangguh ragamu sekarang. Aku lagi memikirkan bagaimana nanti setelah aku wafat, bagaimana tentang sesuatu setelah kita mati”.


Hal itu memancing si pemuda tadi bertanya, “ hai Sufi, kenapa kamu beragama, sampai sekarang, saya tidak menemukan alasan rasional kenapa kita harus beragama, tidak ada bukti keberadaan tuhan bagi saya, mempercayai tuhan akan costly kalau begitu, tidak ekonomis. Terlalu banyak versi tuhan yang ditawarkan oleh berbagai kepercayaan membuat saya bingung.”

Si sufi balik bertanya, “told me, katakan pada saya kenapa sesuatu itu bisa kamu bilang tidak rasional”. Kemudian si pemuda tadi berkata, “Ada beberapa hal yang tidak bisa saya percayai tentang agama, karena saya adalah orang yang rasional, terutama tentang; Kenapa saya harus percaya hari akhir sedangkan sampai sekarang belum ada buktinya. Belum pernah ada orang mati yang balik lagi kan, dan bilang tentang diapakan dirinya didalam kubur, versi ajaran mana yang benar atau tidak ada yang benar sama sekali”.

Sambil tersenyum sang sufi menjawab, “katanya lu rasional ya, masa gitu aja gak tahu jawabannya he.. he.. “. Si pemuda menyerang balik sang sufi, “Buktikan rasional pada saya!!!”.

Kemudian si sufi berkata balik dengan santainya, “Anda rasional, pasti sangat menyukai suatu hal yang fakta dan menyadari tentang probabilita atau kemungkinan dari sesuatu yang tak pasti. Kemudian sang sufi mengambil ranting kayu dan mulai menggambar di tanah, seperti ini gambarnya,

Keterangan diagram:

  • Choice of Faith = Kepercayaan yang dipilih seseorang

  • Truly Fact = Keadaan sebenarnya yang mungkin terjadi

  • 0 = Tidak ada keuntungan apa-apa.

  • - (~) = kerugian sebesar-besarnya hingga tak terhingga (masuk neraka)

  • ~ = Keuntungan besar yang sangat tak terhinga (masuk surgra

“Begini anak muda, karena anda rasional, kita berasumsi sekarang dan menganggap bahwa ada kemungkinan salah satu agama itu benar, kalau salah satu benar, berarti yang lain salah semua, begitukan, yang dikatakan oleh agama-agama itu?”, iya benar, sahut si pemuda.

“Nah, permasalahannya sekarang anak muda, kalau kita mau meminimalkan resiko kita dan mengoptimalkan hal yang bisa kita peroleh, kita akan melakukan diversifikasi kan, nah masalahnya disini, ketika memilih suatu kepercayaan kita tidak akan bisa memilih kepercayaan lain, jadi resiko kesalahan tidak bisa kita minimalisir he.. he.... Kalau sesuatu yang kita pilih sebagai kepercayaan itu salah, maka tamatlah kita... begitu kan yang ada di pikiran lu”.

“Nah, diagram keputusan yang akan lu hadapi, simpelnya akan seperti diatas, dengan asumsi lu memandang semua pilihan itu punya kesempatan benar yang sama, seperti rasionalitas lu, iya kan!!!. Ketika kamu beragama, seandainya kepercayaan yang kamu peluk itu benar, maka masuk surga lah kamu tapi seandainya salah, yang benar adalah kepercayaan lain, maka masuk neraka lah kamu, tapi kalau ternyata kepercayaan itu gak ada yang benar, maka kamu gak akan untung dan rugi juga, ya kan?”.

Nah, ayo kita analisa masing-masing pilihannya, dengan asumsi ada 6 kepercayaan, kalau ada lebih atau kurang tinggal menyesuaikan aja lah;


  1. Memilih tidak percaya atau tidak beragama:

    Kemungkinan 0 = 1/7

    Kemungkinan ~ = 0/7

    Kemungkinan - (~) = 6/7

  2. Memilih percaya kepercayaan A, atau B, C , D , E , F :

    Kemungkinan 0 = 1/7

    Kemungkinan ~ = 1/7

    Kemungkinan - (~) = 5/7

“Bisa lu lihatkan, rugikan lo, kalau gak punya agama, kalau gak punya agama lo gak punya kesempatan masuk surga, betul gak?? he.. he..., kalau lu rasional, pasti lu optimalin kepuasan buat diri lo kan, kalaupun lo gak percaya full ama kepercayaan, lu pengen buat ngecilin kemungkinan lu buat di siksa kan - (~). Disiksa gak enak lo, dan semakin besar kemungkinan disiksa lo, maka gw bilang semakin tidak rasional diri lo. he.. he.. Ternyata, lo selama ini gak rasional karena keputusan lo aja nyusahin diri lo he... he...

Lalu si pemuda berkata, “wah.. mbah, bener juga ya, beragama pun mengurangi probabilita kita disiksa, digoreng diakhirat seandainya kepercayaan itu benar, tapi mbah, saya harus percaya yang mana ya??”

Si Sufi berkata, “itu up to u lah, itu semua keputusan lo sebagai manusia, mungkin lo bisa mempelajari ajaran mana yang menurut lo prospektif sesuai dengan rasionalitas lo tadi he.. he.. hidup ini cuma pilihan, berhati-hatilah lu dalam hidup lo, jangan sampai lu menyesal di kemudian hari, udah ya anak muda, gw mau tidur dulu capek nih”.

Si anak muda pun tertawa tentang betapa naifnya dirinya selama ini, dan terus berjalan mencari kebenaran bagi dirinya