Wednesday, September 03, 2008

Pengalaman dari kelas ekonomi kemiskinan


Tadi siang saya mengikuti pelajaran pertama dari kuliah ekonomi kemiskinan yang dihadiri oleh Ari A. Perdana dan Ari Damayanti. Dalam mata kuliah itu, kedua dosen tersebut menjelaskan bahwa mudah-mudahan dari kuliah ini, bisa didapatkan manfaat yang praktis bagi seluruh mahasiswa kelas tersebut dalam memahami apa itu kemiskinan dan berbagai analisis tentang kemiskinan, baik secara konsep maupun bukti empiris.

Dalam kelas tadi, walaupun saya belum mendapatkan materi yang cukup mendalam mengenai kemiskinan karena memang baru pertemuan pertama, saya menangkap sebuah fenomena (yang mungkin juga pernah terjadi sebelumnya) yang menurut saya bisa menjadi salah satu model bagi penjelasan tentang salah satu penyebab kemiskinan.

Ketika kelas sedang berjalan kedua dosen kita itu memerintahkan kepada para mahasiswanya untuk membentuk beberapa kelompok untuk presentasi dan tugas akhir. Dalam kelas tersebut, saya mencoba membagi mahasiswanya menjadi dua golongan yaitu


1. Mahasiswa yang sudah terbiasa atau punya pengalaman dan pengetahuan lebih sebelumnya tentang bahan kuliah tersebut karena memang merupakan bagian dari disiplin ilmu mahasiswa tersebut.
2. Mahasiswa yang sama sekali baru dan tidak terbiasa dengan topik kemiskinan tersebut (sebut saja mahasiswa yang mata kuliah ini sebenarnya bukan bidangnya)

Pada keadaan ini diasumsikan bahwa kedua kelompok tidak begitu mengenal orang-orang yang berada di luar kelompoknya. Dalam proses pemilihan kelompok, terjadi sebuah dialog antara saya dan teman saya (ceritanya disini kita berasal dari kelompok 1) Mancrut. Kira-kira bunyinya begini.

Fakhrul berkata : "Man, gimana kalau ajakin orang yang disono dong, kasihan. Mereka gak biasa bahas beginian"
Mancrut berkata: "Gimana ya rul ya, kita belum kenal ama mereka. Kita juga gak tahu mereka gimana, berisiko...

Percakapan berhenti sampai disitu, hasilnya adalah terjadi kecendrungan orang yang udah sama-sama tahu dan kenal sebelumnya dan yakin dengan orang kemampuan rekannya berkumpul dalam satu kelompok.
Dengan asumsi bahwa setiap kelompok berusaha dengan sama kerasnya, namun dengan basic pengetahuan awal yang berbeda, di ramalkan bahwa kelompok dengan pengetahuan awal yang lebih bagus itu akan lebih baik hasilnya daripada yang kurang pengetahuan sebelumnya...
Dari sini, saya berpikir, apakah proses terbentuknya kemiskinan dan gap-gap kesejahteraan itu sama seperti ini. Pada awalnya orang-orang yang punya kemampuan lebih akan berkumpul bersama mereka yang memiliki kemampuan lebih juga dalam kondisi dimana masing-masing orang itu saling menguntungkan sesama mereka (sehingga resiko bagi mereka pun kecil).
Lantas, apa yang terjadi pada orang dengan kemampuan yang kurang atau pas-pasan? Mereka tidak akan bisa berhubungan dengan orang-orang yang punya kemampuan lebih, karena kalau tidak ada kelebihan yang mereka miliki tidak akan terjadi keadaan saling menguntungkan antara mereka dan orang-orang lebih tersebut. Hubungan kemungkinan besar hanya akan terjadi antara orang-orang yang pas-pasan atau tidak punya kelebihan khusus juga..
Secara sederhana dalam jangka panjang bisa dibayangkan bahwa akan terjadi gap yang semakin besar antara golongan yang punya kelebihan dengan golongan yang tidak punya kelebihan.
Hasilnya, bisa kita lihat dari tingkat kemiskinan saat ini. Pertanyaan besar bagi saya saat ini adalah, "Apakah si miskin ini akan mati lewat seleksi alam, harus berusaha punya competitiveness (kelebihan) untuk bisa hidup, atau pemerintah harus membantu mereka dengan segala sistem dan regulasi atas nama kemanusiaan?"
Kajian lebih dalam, mungkin akan saya lakukan di postingan berikutnya, apakah anda punya pendapat lain ?

Gambar didapatkan dari www.solarnavigator.net



7 comments:

Li Tien Lung said...

analisa yg bagus rul.
kalo baca bukunya Bill Easterly, akan jelas bahwa salah satu masalah dari kemiskinan adalah TRAP.
yg produktif akan cenderung berkumpul dengan yang produktif, and vice versa.
permasalahannya adalah gmn bisa membikin si tidak produktif menjadi produktif?
well ini perlu kajian mendalam, dan bisa dibikin jadi paper yg panjang lebar.

JUST WRITE IT DUDE!

rumahmadu said...

asmlkm.
sayang, sungguh disayang, kita sering mendiskusikan masalah kemiskinan. kita senang2 saja berdiskusi, karena kita bukan bagian dari korban lingkaran kemiskinan..
karena kita adalah calon2 bagian yang survive dalam lingkaran itu, calon penghuni tahta kebangswanan dalam kelas sosial dalam masyarakat kita.
sedangkan mereka yang jadi korban, mungkin hanya berkontribusi dalam angka2 dalam thesis2 S2 kita, lagi2 membantu kita lebih langgeng di strata kebangswanan kita..
halahhh...
retorika lagi dech gw..
yang jelas jangan jadi orang kaya sendirian, jadilah kaya rame2..

kunjungi gw di :
ragilsukma.wordpress.com

Anonymous said...

Miris mendengar hal ini, tetapi seharusnya kemiskinan ini bukan hanya untuk dibahas, tetapi untuk ditindaklanjuti, dengan cara yang pintar sebagai orang pintar, misalkan dengan membagi salah satu "kelebihan" kepada golongan tersebut.

Saya juga menyarankan anda untuk menambahkan opsi ketiga
"Kita semua saling bahu membahu mengentaskan kemiskinan" jangan hanya tergantung pada pemerintah

Fakhrul said...

To hery :Yups,... anda benar semua golongan harus beperan

Tapi apa insentif (hal yang akan didapatkan) oleh orang2 berkelebihan tadi dari membantu si miskin... Kemurahan hati itu memang hal yang bagus dan patut dikembangkan

Namun, Si miskin sendiri harusnya juga berusaha untung membangun competitiveness dari dirinya...
Kalau si miskin memang tidak berusaha untuk mengubah nasibnya sendiri dan malas untuk berpikir bagaimana melakukan hal tersebut, apakah kita harus tetap care terhadap kemiskinan macam ini? Kita hidup didunia harus berusaha bukan..

Salam Kenal
^_^
Fakhrul

Anonymous said...

Wah, kalau berkegiatan sosial jangan mengharapkan insentif Mas.

Untuk soal ini, jangan menganggap rata semua kaum miskin itu karena kemalasan, juga jangan terpaku pada definisi kaum miskin menurut ekonomi, yang jika ditilik awal mulanya adalah kaum yang kehilangan mata pencaharian karena Revolusi Industri. Karena (maaf) menurut saya kemikinan yang anda bahas di sini lebih ke arah kemiskinan yang terjadi di kota-kota besar.

Cobalah anda lihat di buku/film Laskar Pelangi, mereka mempunyai spirit untuk maju dalam keterbatasan mereka dan saya percaya masih banyak laskar-laskar lainnya yang serupa.

Apakah kita harus tetap care pada kemiskinan? Jawabannya harus!!

Anonymous said...

hmm...layaknya kita dalam bertindak tidak selalu mengharap insentif tersebut seperti kata kawan herry..

jd ketika memilih kelompok, jgnlah hanya memperhatikan risk dan benefit buset dah..barbarian bgt klo gitu, kawan..

ada hal2 dlm ilmu ekonomi yg ga slalu bisa diterapkan di kehidupan sosial. salah satunya ya kemiskinan ini..Klo smua manusia "rasional (ala ekonomi)" yah.masa bodo amat sama orang miskin..
tentunya kan ngga gitu, kawan..
we still human..
not economic animals..

jd pesan gw dlm berkawan ataupun bermasyarakat..jgn selalu memperhitungkan risk dan benefit tadi..krn sampe kapan pun klo hidup kyk gitu ga akan memperoleh kenikmatan dan selalu akan merasa kurang..

OK...just 2 words..IKHLAS dan PEDULI
Ikhlas menolong, dan peduli untuk melihat sekitar (kali2 ad yg mau ditolong tp segan)..


Rhasta!!salam sosialis!

Adrian Rizki Chandra said...

hmm,, agak bingung deh,, kbtlan sy baru aja slesai iktan proyek live in di kampung slama sebulan,, malahan kalo mau establish bisnis di kampung itu lbh enak loh,, kenapa?? ada beberapa alasan sbenernya,, raw material murah,, cogs bisa diteken,, opex pun bisa diteken,, labor cost bisa dioptimisasi,, asal kita punya training plan yg mateng aja,, pendanaan pun tnyata tidak susah loh (!!!) bank2 disana justru punya kelebihan uang,, soalnya disana bank kesulitan menemukan nasabah lokal dgn credit rating yg oke,, nah loh?? bingung ga?? kebalik sama di kota loh,,